Nah, untuk memenuhi janji saya pada posting sebelumnya, kali ini saya akan bercerita tentang tradisi ngejot tumpeng di Bali.
Ngejot tumpeng sederhananya berarti memberikan
hantaran/kiriman tumpeng. Tidak semua tempat di Bali memberlakukan tradisi
ngejot tumpeng ini. Di tempat saya, di Gianyar Bali, ngejot tumpeng merupakan
tradisi enam bulanan yang bertepatan dengan perayaan Galungan. Kirim mengirim
tumpeng ini hanya berlaku di dalam satu banjar yang sama (di Bali tidak ada
RT/RW, digantikan dengan Banjar). Bila di banjar tersebut ada yang menikahkan
anaknya, maka di hari Galungan mereka akan memperoleh kiriman tumpeng dari
krama/anggota banjar lainnya.
Banten tumpeng ini biasanya dimasukkan ke dalam sebuah
besek/keben (anyaman yang berasal dari bambu, berbentuk kubus yang ada tutup
dan wadahnya, atau disebut sokasi = sok
nasi = sok wadah nasi). Sebagai pengganti dari tumpeng yang diterima, si
pengirim akan mendapatkan sebungkus tape-uli yang dimasukkan ke dalam
besek/keben yang dia bawa.
Setelah semua tumpeng terkumpul, maka keluarga pengantin
tersebut akan mempersembahkan sebagian tumpeng ke sanggah/merajan/pura
keluarga, dan sebagian lagi ditatab/diayab oleh kedua pengantin untuk
memohonkan kedhirgayusaan.
Ditengah modernisasi, di tempat saya tradisi ngejot tumpeng yang
sudah berjalan lama ini masih dipertahankan hingga sekarang, sebagai salah satu
bentuk sosialisasi atau mempererat hubungan sesama krama/anggota banjar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar