Selasa, 16 April 2013

Ngejot Tumpeng - Tradisi enam bulanan di beberapa tempat Bali.

Tahu "tumpeng" kan? Kalau di Bali, tumpeng biasanya menjadi bagian dari perlengkapan upacara keagamaan. Hanya saja ukurannya tidak sebesar ukuran tumpeng yang biasa dipakai untuk sukuran. Ukurannya kecil-kecil, nanti akan ditata lagi di dalam wadah untuk dijadikan persembahan dalam sebuah upacara.
Nah, untuk memenuhi janji saya pada posting sebelumnya, kali ini saya akan bercerita tentang tradisi ngejot tumpeng di Bali.

Ngejot tumpeng sederhananya berarti memberikan hantaran/kiriman tumpeng. Tidak semua tempat di Bali memberlakukan tradisi ngejot tumpeng ini. Di tempat saya, di Gianyar Bali, ngejot tumpeng merupakan tradisi enam bulanan yang bertepatan dengan perayaan Galungan. Kirim mengirim tumpeng ini hanya berlaku di dalam satu banjar yang sama (di Bali tidak ada RT/RW, digantikan dengan Banjar). Bila di banjar tersebut ada yang menikahkan anaknya, maka di hari Galungan mereka akan memperoleh kiriman tumpeng dari krama/anggota banjar lainnya.
Banten tumpeng ini biasanya dimasukkan ke dalam sebuah besek/keben (anyaman yang berasal dari bambu, berbentuk kubus yang ada tutup dan wadahnya, atau disebut sokasi =  sok nasi = sok wadah nasi). Sebagai pengganti dari tumpeng yang diterima, si pengirim akan mendapatkan sebungkus tape-uli yang dimasukkan ke dalam besek/keben yang dia bawa.

Setelah semua tumpeng terkumpul, maka keluarga pengantin tersebut akan mempersembahkan sebagian tumpeng ke sanggah/merajan/pura keluarga, dan sebagian lagi ditatab/diayab oleh kedua pengantin untuk memohonkan kedhirgayusaan.
Ditengah modernisasi, di tempat saya tradisi ngejot tumpeng yang sudah berjalan lama ini masih dipertahankan hingga sekarang, sebagai salah satu bentuk sosialisasi atau mempererat hubungan sesama krama/anggota banjar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar