Jumat, 22 Maret 2013

Apa saja yang menjadi tradisi dalam perayaan Galungan?


Post ini saya tulis dalam suasana Galungan, untuk berbagi kegembiraan perayaan Galungan bersama saudara sedharma dimanapun berada. Semoga tradisi kita tetap ajeg dan lestari.. Selamat merayakan Galungan 27 Maret 2013.
Tradisi Perayaan Galungan secara umum hampir sama di seluruh daerah di Bali maupun luar Bali. Bila ada perbedaan, itu karena umat Hindu di Indonesia mengenal sistem Desa-Kala-Patra (sebuah upacara disesuaikan dengan tempat, waktu dan keadaan tanpa mengurangi tujuan, makna, dan kesucian upacara tersebut).

Walaupun Galungan datang setiap enam bulan, yang artinya dalam setahun ada dua kali Galungan, namun saya dan keluarga nggak pernah bosan merayakannya (juga orang Bali lainnya). Karena perayaan Galungan ini sudah menjadi tradisi dan telah menyatu dengan budaya kami, maka kami tidak pernah bosan, bahkan selalu menunggu kedatangannya J
Hari Minggu, 3 hari sebelum Galungan juga disebut Penapean Galungan. Di tempat saya ada tradisi para Ibu membuat jajanan tape dari ketan untuk persiapan persembahan di hari Galungan.

Hari Senin besoknya juga disebut Penyajahan Galungan, para Ibu dan remaja putri mulai sibuk dengan aktivitas mejejahitan (membuat upakara/banten untuk Galungan). Sekarang ini perlengkapan Galungan seperti Lamak dan gantung-gantung untuk di pasang di masing-masing pelinggih di merajan/pura keluarga ataupun di bangunan rumah sudah ada yang menjual, jadi kami biasanya membeli perlengkapan ini supaya proses mejejahitan selesai lebih cepat.
Hari Selasa, sehari sebelum Galungan (Penampahan Galungan) adalah hari yang paling sibuk di tiap-tiap rumah. Ada tradisi ngelawar di tiap-tiap keluarga yang dikerjakan oleh para lelaki, dilanjutkan dengan menghias dan menancap penjor di depan rumah yang di arahkan ke letak Gunung Agung berada, memasang pengangge dan segala atribut Galungan di merajan/pura keluarga masing-masing, serta membuat kumkuman/air bersih yang diasapi dengan wewangian dari beberapa bahan tertentu yang akan digunakan pada saat upacara di Hari Galungan. Pada sore harinya keluarga berkumpul untuk melakukan upacara byakala bertujuan untuk melepaskan kekuatan negatif (Butha Kala) dari diri manusia dan lingkungannya.

Pada hari Galungan, dilakukan persembahyangan bersama di pura keluarga, pura Kayangan Tiga dan seluruh pura besar di Bali, menghaturkan persembahan sebagai ungkapan syukur dan terimakasih atas limpahan karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk keselamatan manusia dan seisi dunia. Di Bali juga ada tradisi "pulang kampung". Selain bersembahyang di pura keluarga juga berkumpul dengan keluarga besar, saling tukar- menukar "tum, lawar, dan tape-uli" (makanan khas Galungan), adalah tradisi yang kami jalani setiap enam bulan sekali.
Sehari setelah Galungan, disebut Manis Galungan. Kegembiraan Galungan sebagai kemenangan dharma terhadap adharma biasanya kami rayakan dengan mengunjungi tempat-tempat rekreasi, atau bertirtayatra (bersembahyang) ke pura-pura yang lokasinya jauh dari rumah, ataupun saling mengunjungi sanak saudara.

Dua hari setelahnya (Sabtu Pon Dunggulan), disebut hari Pemaridan Guru. Para Dewata yang turun sejak hari Sugihan Jawa, kembali ke sorga dan memberikan anugrah berupa kesehatan dan panjang umur (kedhirgayusaan). Biasanya di keluarga menghaturkan persembahan "canang meraka" sebagai syukur dan penghormatan atas anugerah yang diberikan.
Demikianlah tradisi perayaan Galungan yang dilakukan setiap enam bulan sekali (210 hari sekali). Di beberapa tempat ada juga tradisi "Ngejot Tumpeng" di hari Galungan. Apa dan bagaimana tradisi Ngejot Tumpeng ini, saya akan ceritakan dalam post terpisah J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar