Post ini saya tulis dalam suasana Galungan, untuk berbagi
kegembiraan perayaan Galungan bersama saudara sedharma dimanapun berada. Semoga
tradisi kita tetap ajeg dan lestari.. Selamat merayakan Galungan 27 Maret 2013.
Tradisi Perayaan Galungan secara umum hampir sama di seluruh
daerah di Bali maupun luar Bali. Bila ada perbedaan, itu karena umat Hindu di
Indonesia mengenal sistem Desa-Kala-Patra (sebuah upacara disesuaikan dengan
tempat, waktu dan keadaan tanpa mengurangi tujuan, makna, dan kesucian upacara
tersebut).
Walaupun Galungan datang setiap enam bulan, yang artinya
dalam setahun ada dua kali Galungan, namun saya dan keluarga nggak pernah bosan
merayakannya (juga orang Bali lainnya). Karena perayaan Galungan ini sudah
menjadi tradisi dan telah menyatu dengan budaya kami, maka kami tidak pernah bosan,
bahkan selalu menunggu kedatangannya J
Hari Minggu, 3 hari sebelum Galungan juga disebut Penapean
Galungan. Di tempat saya ada tradisi para Ibu membuat jajanan tape dari ketan
untuk persiapan persembahan di hari Galungan.
Hari Senin besoknya
juga disebut Penyajahan Galungan, para Ibu dan remaja putri mulai sibuk dengan
aktivitas mejejahitan (membuat upakara/banten untuk Galungan). Sekarang ini
perlengkapan Galungan seperti Lamak dan gantung-gantung untuk di pasang di
masing-masing pelinggih di merajan/pura keluarga ataupun di bangunan rumah
sudah ada yang menjual, jadi kami biasanya membeli perlengkapan ini supaya
proses mejejahitan selesai lebih cepat.
Hari Selasa, sehari sebelum Galungan (Penampahan Galungan)
adalah hari yang paling sibuk di tiap-tiap rumah. Ada tradisi ngelawar di
tiap-tiap keluarga yang dikerjakan oleh para lelaki, dilanjutkan dengan
menghias dan menancap penjor di depan rumah yang di arahkan ke letak Gunung
Agung berada, memasang pengangge dan segala atribut Galungan di merajan/pura
keluarga masing-masing, serta membuat kumkuman/air bersih yang diasapi dengan
wewangian dari beberapa bahan tertentu yang akan digunakan pada saat upacara di
Hari Galungan. Pada sore harinya keluarga berkumpul untuk melakukan upacara
byakala bertujuan untuk melepaskan kekuatan negatif (Butha Kala) dari diri
manusia dan lingkungannya.
Pada hari Galungan, dilakukan persembahyangan bersama di
pura keluarga, pura Kayangan Tiga dan seluruh pura besar di Bali, menghaturkan
persembahan sebagai ungkapan syukur dan terimakasih atas limpahan karunia Ida
Sang Hyang Widhi Wasa untuk keselamatan manusia dan seisi dunia. Di Bali juga
ada tradisi "pulang kampung". Selain bersembahyang di pura keluarga
juga berkumpul dengan keluarga besar, saling tukar- menukar "tum, lawar,
dan tape-uli" (makanan khas Galungan), adalah tradisi yang kami jalani
setiap enam bulan sekali.
Sehari setelah Galungan, disebut Manis Galungan. Kegembiraan
Galungan sebagai kemenangan dharma terhadap adharma biasanya kami rayakan
dengan mengunjungi tempat-tempat rekreasi, atau bertirtayatra (bersembahyang)
ke pura-pura yang lokasinya jauh dari rumah, ataupun saling mengunjungi sanak saudara.
Dua hari setelahnya (Sabtu Pon Dunggulan), disebut hari
Pemaridan Guru. Para Dewata yang turun sejak hari Sugihan Jawa, kembali ke
sorga dan memberikan anugrah berupa kesehatan dan panjang umur
(kedhirgayusaan). Biasanya di keluarga menghaturkan persembahan "canang
meraka" sebagai syukur dan penghormatan atas anugerah yang diberikan.
Demikianlah tradisi perayaan Galungan yang dilakukan setiap
enam bulan sekali (210 hari sekali). Di beberapa tempat ada juga tradisi
"Ngejot Tumpeng" di hari Galungan. Apa dan bagaimana tradisi Ngejot
Tumpeng ini, saya akan ceritakan dalam post terpisah J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar